Selasa, 22 Mei 2012

Adiku Sayang, Aduku Malang


Adiku Sayang, Adiku Malang

Kebahagiaan harusnya terpancar dari bocah itu, bukanlah kesedihan dan tangisan. Terlahir tak sempurna memanglah menyedihkan namun dibalik itu semua pastilah ada hikmah tak terduga.
Tika terlahir normal namun saat usianya menginjak 5 bulan dia sakit panas, karena kesalahan obat dari dokter  ahirnya tika mengalami ganguan saraf yang mengakibatkan dia tak bisa berfikir selayaknya manusia, dan dia juga tak bisa bicara,
Keluarganya tentulah sangat terpukul melihat anak bungsunya seperti itu. Tak banyak upaya yang dilakukan oleh keluarganya untuk mengobati tika karena masalah ekonomi.
            Entah kenapa kakek tika yang cukup mampu enggan membantu kedua orang tua tika, mungkin karena pernikahan kedua orang tuanya dulu tak mendapat restu dari sang kakek.
Sampai dengan usianya yang ke 8 tahun Tika menjalani hidupnya dengan bantuan dari sang kakak makan, minum, mandi dan semua yang seharusnya bisa dilakukan sendiri.
Dan saat itu pula sang ayah meninggal dunia akibat kecelakaan, saat sang ayah pulang kerja dengan menendarai motornya tiba-tiba beliau terserempet truk yang ahirnya beliau harus meninggalkan istri dan kedua anaknya.
            Banyak tetangga yang perihatin kepada tika, ibunya yang tak lagi mau mengurus tika, mungkin dia frustasi dengan keadaan hidupnya yang sengsara. Ahirnya sang ibu pergi ke kota untuk bekerja meninggalkan kedua anaknya yang dititipkan kepada kakek dan nenek nya.
Kesabaran sang kaka mengurus adiknya karena dia teringat ucapan sang ayah yang sebelum meinggal dia ingin tika ada yang mengurus setelah ayahnya tiada.
Tahun terus berganti tikapun mulai tumbuh dewasa namun fikirannya tetaplah sepeerti dulu seperti bayi yang tak tahu apa-apa. Setelah sang kakak lulus sekolah SMP kakeknya menyurunhya untuk kerja di kota biarlah neneknya yang mengurus tika. Karena sang kakak sangatlah patuh diapun pergu bekerja meninggalkan tika. Tetes air matanya tak bisa di tahan di sepanjang perjalanan ke kota sang kakak terus menangis memikirkan keadaan adiknya yang sangat ia sayang.
            Sang nenek memang tak sesabar rini dalam mengurus tika, jarang memandikan tika bahkan dalam mengurus  tika pun kakek dn neneknya sudah seperti hewan, sang kakek membuat sebuah kandang untuk tika jadi jika dia buang air kecil ataupun buang air besar mereka tak repot. Banyak tetangga yang membicarakan hal itu mereka kasihan terhadap nasib tika, sebab jika kehujanan pastilah dia kedinginan tak ada kasur, bantal bahkan selimutpun tak ada. Sampai ahirnya tiba tika pun meninggal di kandang itu, 6 bulan dengan keadaan hidup yang seperti itu pastilah sangat tersiksa. Ketika sang kakak mendengar berita tersebut dia mengis tersedu-sedu tanpa henti langsung dia berkemas-kemas untuk pulang. Sungguh tak menyangka saat melihat kondisi tika yang begitu kurus dan pias dia marah pada kkakek dan nenek nya.
“kakek,, sebenarnya apa penyebab tika meninggal? “
“dia sakit rin”
“kenapa bisa sakit? Bukankah kakek dan nenek mengurusnya bukan?”
“kami sudah mngurusnya, mungkin ini memang sudah kehendak yang maha kuasa rin”

Sang kaka hany bia terdiam menahan kesedihannya itu.
Agar tak tidak larut dalam kesedihan rini berkumpul dngan para tetangga kebetulan mereka sedang membicarakan kematian tika. Rini pun masih penasaran ahirnya rini menanyakan bagaimana keadaan tika selama rini tak ada. Sungguh rini tak menyanka bahwa selama ini tika tak di urus dengan baik dia diperlakukan seperti hewan oleh kakek dan neneknya. 
Rini tak kuasa menahan air matanya mendengar apa yang sebenarnya terjadi, sungguh malang nasib adiku ucapnya. 
Setiap seminggu sekali rini berziarah ke makam tika dia ingin menebus kelalaian nya dalam mengurus tika, rini sangat merasa bersalah sekali kepada tika dan sang ayah, dia tak mampu menjaga adik satu-satunya.
Sungguh adiku yang malang…. Ucap rini sambil menangis…..
    




Tidak ada komentar:

Posting Komentar